“Untukmu Ku Merindu”
***
Segalanya ku
jalani bersama dengan mereka. Dengan tawa, canda, dan suka cita yang saling
berbagi satu sama lain. Kami memiliki hungan yang saling membutuhkan dan
terikat bagaikan semut dan gula. Dalam satu kata yang kami sebut setiapnya
memiliki makna yang kemudian membentuk sebuah cerita indah yang tiada akhirnya.
Terkadang aku
selalu memikirkan mereka. Berpikir bahwa apa yang sedang mereka lakukan saat
ini. Sudahkah mereka menemukan pengganti dari masing-masing kami? Jika benar
maka, ku bersyukur atasnya. Akan tetapi jujur saja terkadang aku sendiri sering
memikirkan saat-saat dimana kami semua masih bersama, dan aku begitu ingin
kembali kemasa itu.
“Sarah jawabanna
dulue pr matematikayya” Aku memohon pada Sarah, dia memang yang paling pintar didalam
persahabatan kami ini.
“Iyo jangko sekke’-sekke’
sahabatki itue” Sambung Mega
“Iyo-iyo tawwa,
saya juga kasih liatka. Sebenarnya sudahmi tapi begitumi nda ku tauki soal
nomor 1-5” Ana ikut menimpali perkataan dari Mega.
“Edd, Soknu.
Bilang lalo mako belumpi” Ucapku setelah mendengar Ana berkata. Ana tersenyum
lebar. Mega mengangguk.
“Hehehe… Iyo
tojengka’, ibu’ waleng 5 nomorji iya tapi banyak anakna”
“Bahh, siapakah
itu waleng ciptakanki matematika?” Tanya Mega pada kami bertiga dengan wajah
kesalnya.
“Nda tau, neneknu
kapang” Jawabku asal, menurutku pertanyaan Mega itu tidaklah penting.
“Ku busurki anjo
nenekku, pusingka’ kurasa sama matematika apa lagi pitagoras” Keluh Mega sambil
memegangi kepalanya sebagai wujud dari argumennya.
“Nda lahirko itu
dongo’ kalau nda adai neneknu”
“Ohh iyo di’” Mega
menepuk dahinya. Kami semua menggeleng melihat tingkah dari sahabat kami ini.
“Uuhhh”
“Ehh jangko begitu
semua deh, matematika itu penting. Bangun rumah, hotel, perusahaan itu pake
matematika. Menghitung uang, mauki beli sesuatu, sholat saja semuanya itu pake
matematika.” Sarah menjelaskannya dengan singkat namun kami acuhkan, selalu
saja ketika kami ini berbuat sesuatu dia ini pastinya akan langsung menyumpal
mulut kami dengan ceramah-ceramahnya, terkadang aku sendiri menguap
mendengarkannya sama dengan Mega dan Ana.
“Mbb, iya ustadzah
Sarah. Selesai maki berceramah?” Karena saat Sarah sedang asik-asiknya
berceramah biasanya Mega akan langsung memotongnya kalaupun tidak dia akan
pura-pura tidak dengar. Sarah menggeleng.
“Kau itu semua di
kasih tauko yang baik nda mauko”
“Iya-iya mak.
Sudahmi deh, perasaan yang diminta’ itu buku matematikaji deh tapi kenapa na
ribet kamma? Intinya mauko ini kasih liatki atau tidak?” Tanyaku pada Sarah,
sedangkan Sarah lagi-lagi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil bersidekap dada
kemudian berjalan menuju mejanya dan merogoh sebuah buku bersampul Biru, buku
matematika.
“Inie, lain kali
kalau mauko minta sesuatu dengarka dulu. Baru bagaimanako itu kau semua kalau
nda belajarko? Mauko nda lulus? Sama paki belajar kalau mauko semua” Terang
Sarah sekali lagi sembari berjalan kearah kami kemudian menyerahkan buku
tersebut padaku.
“Mbb…” Jawab kami
seadanya, karena sudah hanyut dalam kegitan nyontek-menyontek.
Sedikitnya itu
potongan klise yang terlintas di kepalaku. Aku terkekeh mengingatnya, apalagi
mengingat wajah Sarah ketika berceramah panjang lebar tapi malah kami tidak
dengarkan, wajah Mega saat melakukan hal bodoh, dan wajah Ana dikala ikut
bercanda ria satu sama lain.
Bisakah aku
kembali kemasa itu bahkan untuk waktu semenit saja? Tapi bagaimana? Huhh…
Berharap saat ini juga kami sedang saling menghina satu sama lain dengan canda
tawa. Bersedih bersama karena mendapat nilai yang rendah dan lain sebagainya.
Aku tahu bahwa masa lalu, masa kini, dan masa depan adalah masing-masing fase
dimana kita selalu memiliki sesuatu yang begitu berharga tetapi harus
tergantikan dengan sesuatu lain yang mungkin jauh lebih berharga lagi.
Semuanya butuh
proses dalam menjalaninya, ada pepatah mengatakan bahwa kita bisa karena
terbiasa, dan sekarang aku sedang ada didalam fase tersebut. Walaupun begitu
tetapi masa lalu harus selalu terseimpang dengan baik karena mereka adalah
bagian dari sejarah kehidupan kita yang akan selalu ada dan nantinya akan kita
buka kembali sejarah itu disurga nanti dengan Tuhan yang ikut tersenyum
melihatnya.
~Peluk dan salam hangat
Imajiandara
Komentar
Posting Komentar