"Ikatan Kenyataan Pahit"

“Kenyataan akan selalu ada dan tak akan pernah berubah ataupun tergantikan dengan apa yang namanya mimpi”

Saat ini aku benar-benar berharap bahwa ini semua hanyalah mimpi, mimpi yang sebenarnya masih menyertai tidur singkatku, dan harapan terbesarku hanyalah bangun dari seluruh kenyataan menakutkan ini, tetapi sekarang semuanya terasa begitu nyata dan meyakinkan.
Aku sekarang benar-benar dalam keadaan mati rasa, semuanya terasa begitu dingin, gelap, mencekam, dan menyesakkan hati, didepan mataku hanya terputar berbagai potongan-potongan klise-klise kejadian sebelumnya yang aku lakukan bersama dengan dia, segala kenanganku bersama dengan beliau juga ikut terpatri mengikuti gulungan-gulangan yang mirip dengan roll film itu. Dan entah bagaimana sekarang diriku melewati masa-masa sulitnya tanpa sosok malaikatku itu.

***

“Aku berjanji ibu semester kali ini aku akan mendapat peringkat pertama” Kata anak perempuan itu dengan sangat gembiranya, ibunya hanya menatapnya sambil tersenyum simpul. “Kalau begitu, belajarlah yang giat” Wanita paruh baya itu mencoba untuk menyemangati anak semata wayangnya, Mala. Mala mengangguk dengan begitu riangnya, ibunya terlihat begitu senang dengan segalah antusias Mala yang bertekad untuk membahagiakan ibunya dengan meraih juara saat semester nanti, ibu Mala terharu dan mencoba menyalurkan seluruh haru dan bahagianya melalui pelukan hangat yang dia berikan pada Mala, putrid tercintanya.

***

Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Tak terasa semuanya berjalan dengan begitu cepatnya, tiba saatnya hari yang menunggu untuk mempertanggung jawabkan segala sesuatu yang telah dilewati oleh pelajar, kenaikan kelas sekaligus pengumuman terhadap hasil yang telah dikeluarkan dan dicapai saat mengikuti ujian semester, pengumuman hasil nilai sekaligus siapa yang berhasil mendapatkan peringkat siswa dengan nilai terbaik.

Mala duduk dengan keringat dingin yang menjalar keseluruh tubuhnya, perasan takut tidak bisa hilang dari dalam jiwanya. Dan untuk menghilangkannya Mala hanya bisa meremas-remas roknya sendiri mencoba untuk menenangkan diri dan jiwanya. Tetapi menurut Mala dirinya telah berjuang cukup keras untuk bisa sampai pada titik sekarang ini. Mala belajar mati-matian untuk bisa menepati janjinya pada ibundanya.

Dan sekarang tiba saatnya saat dirinya dipanggil untuk menerima semua hasilnya. “Nirmala Syakieb” Mala merasa saat ini kakinya terasa seperti sebuah agar-agar, melangkah pasti meskipun rasa takut masih melingkupi dirinya. Menarik nafas dan menghembuskannya dengan pelan, Mala membuka laporan hasil belajarnya selama mengikuti semester kali ini

Dan yang tertera diatas kolom itu hanyalah tinta pulpen yang mencatat berbagai hasil kerjanya, dengan deretan angka-angka yang cukup memuaskan. Dan hasil dari semuanya hanyalah angka Tiga, yang menjadi angka apresiasi yang diberikan oleh gurunya. Cukup kecewa tetapi cukup puas pula, menurutnya ini lebih baik dari semester sebelumnya yang tidak mendapat sama sekali.

***

Mala pulang dengan rona kebahagiaan yang terpancar disetiap inci wajahnya, dan saking senangnya dia sampai bersenandung-senandung kecil akibat terlalu banyaknya bunga-bunga yang mekar dirongga hatinya, tidak bisa dia bayangkan bagaimana ekspresi ibunya ketika dirinya memberitahu beliau. Meskipun dia masih merasa sedih karena tidak dapat mewujudkan janjinya pada ibunya.

Tanpa terasa langkah kakinya telah sampai mengantarnya pada halaman rumah kediamannya. Tetapi dirinya mendapat kejanggalan dan keanehan yang melingkari rumahnya yang menimbulkan kerutan pada dahinya, dan hingga dia sadari bahwa sekarang suasana rumahnya sedang dalam keadaan ramai dan ada banyak orang. Merasa bahwa ada yang tidak beres dengan situasi ini Mala segera berlari memasuki rumahnya sendiri.

Suara tangis dan lantunan ayat-ayat suci memenuni telinganya. Ada apa dengan semua ini? Batinya berteriak meminta penjelasan. Dan saat dirinya telah sadar sepenuhnya menerima segala kejanggalan tadi, seorang wanita paruh baya yang biasa dirinya panggil bibi berlari menghampirinya dan memeluknya erat, berusaha menumpahkan seluruh tangisnya pada tubuh mungil Mala, Mala semakin bingung dan menatap wajah bibinya yang dipenuhi air mata mencoba meminta penjelasan.

“Yang sabar ya sayang,  Ibu kamu telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa” Pernyataan kepedihan yang Mala dengar mengelegar menyambar-nyambar hatinya, buku raport yang sedari tadi dia pengan erat-erat kini terjun dengan bejatnya kelantai dingin itu. Dengan segala kekuatan yang tersisa Mala segera berlari menuju Tubuh yang terbujur kaku milik ibunya, mengguncang-guncangkan tubuh tanpa nyawa itu, berusaha untuk membangunkan ibunya, tangisnya pecah dengan sejadi-jadinya.

Benarkah ini semua adalah kenyataan? Tolong siapa saja, tolong bangunkan Mala dari mimpi buruknya ini, mimpi yang sangat mengerikan ini. Mala yang hanyalah gadis berumur 13 belas tahun yang belum tahu apa-apa. Kini ditinggalkan oleh Ibunya. Ya Tuhan, Tidakkah kau ini merasa kasihan sekarang gadis ini sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, yang ada hanya pil pahit yang dipenuhi racun, dan engkau sedang berusaha untuk memaksa Mala menelannya. Sosok yang paling dia cintai dan sayangi saat ini pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Bahkan sebelum dirinya menepati janji dan memperlihatkan hasil kerja kerasnya harus menutup mata selamanya sebelum melihat Mala mewujudkannya. 


Peluk dan salam hangat~
Imajiandara


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer